TUGAS MANDIRI 5

 WAHYU ADIS SURYO

E12

43125010214

 

TANGGAPAN KRITIS DISKUSI PUBLIK (WEBINAR) MENGENAI “DISKUSI DEMOKRASI DIGITAL: ANTARA PARTISIPASI DAN REPRESI”

 

Video tersebut menempatkan demokrasi digital sebagai medanyang simpultan membuka ruang partisipasi public sekaligusmenghadirkan praktik-praktik represi melalui regulasimoderasi platform, dan praktik kekerasan/sanksi di ruag maya dan nyata.

 

ANALISIS TEORITIS

1. Ruang publik dan deliberasi

Menggunakan keragka Habermas (ruang publik sebagaiarea wacana asional), demokrasi digital berpotensimemperluas akses diskursus politikNamun literaturmenunjukkan bahwa platfrom digital tidak otomatismenciptakan dileberasi berkualitas seperti fenomenaecho chamber dan histile engagement.

2. Partisipasi vs represi sebagai dilema structural

Demokrasi digital menghadirkan dua mekanisme: (a) opportunity structures untuk partisipasi (kampanyeadvokasimobilisasi), dan (b) instrumen represi — baikdalam bentuk regulasi (mis. penegakan UU, hukumITE/aturan media sosialmaupun kontrol platform (suspension, moderation) yang dapat disalahgunakanuntuk mengekang kritikDalam konteks Indonesia, peranmedia sosial selama pemilu dan protes menunjukkankeduanya berperan signifikan.

 

EVALUASI KRITIS TERHADAP ARGUMEN

 

           Kekuatan video

Menempatkan paradoks yang relevan: digital bukansekadar solusi partisipasi tetapi juga medan konflik hak-hak sipil — titik yang tepat dan berguna untuk diskursuspublik.  Jika video menampilkan aktor lintas sektor(akademisiaktivispembuat kebijakan), itu memperkayaperspektif sebab menangkap trade-offs teknis, legal, dan politik.

 

Kelemahan / celah argumen

1.Bukti empiris kurang dikuantifikasi. Banyak diskusi publik cenderung anecdotal perlu data kuantitatiftentang siapa yang berpartisipasi online (ketimpanganpartisipasi) dan bagaimana moderasi /penegakan hukumditerapkan (kasusfrekuensidemografi). Literaturmenunjukkan partisipasi amat timpangsejumlah kecilpengguna sering mendominasi percakapan.  

2.Terbatasnya perhatian pada algoritma dan ekonomi platform. Akunmoderasi, dan visibilitasditentukan oleh desain platform dan model bisnis (iklan, engagement) aspek yang sering tidak mendapatpenanganan mendalam dalam diskusi publik biasaTanpamengurai peran algoritmarekomendasi kebijakan bisakurang menyasar akar masalah.  

3.Kurang menimbang ketimpangan digital (digital divide & literasi). Perdebatan partisipasi seringmengasumsikan akses universal; padahal literasi digital rendah memengaruhi kualitas partisipasi dan kerentananterhadap disinformasiStudi lokal menggarisbawahipentingnya literasi dalam konteks Indonesia.

 

 

Sintesisapa yang terungkap?

Diskusi ini mengonfirmasi bahwa demokrasi digital adalahmedan gandamemperluas peluang partisipasi politik(terutama bagi generasi mudatetapi juga membuka jalurrepresi — melalui regulasi ambigupenyalahgunaan UU, sertalogika platform yang tak netralUntuk memahami implikasikebijakan diperlukan kombinasi data (partisipasimoderasikasus penegakan), analisis teknologi (algoritma, platform governance), dan kajian sosial (literasiakses).

 

Rekomendasi

1. Penelitian kuantitatif-lingkup nasional tentang partisipasionline: siapa yang berpartisipasisiapa yang terpinggirkan, dan siapa yang mendominasi percakapan.
2. Audit algoritmik & transparansi moderasidorongkerjasama regulator–platform untuk laporan transparansoal penghapusan konten, suspend, dan alasan penegakan.
3. Program literasi digital terarah yang mengkombinasikankemampuan verifikasi informasipenggunaan privasi, dan pemahaman hukum terkait ekspresi online—penting untukmenekan kerentanan terhadap represi berbasispelanggaran” tanpa niat politik.
4. Kerangka hukum yang proporsionalrevisi atau pedomanimplementasi hukum yang mengatur ekspresi digital supaya tidak dipakai represifseimbang antarapencegahan kejahatan/diskriminasi dan kebebasanberekspresi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS MANDIRI 4